Di sebuah kampung bernama Kampung Sukamakmur, tinggal seorang pria paruh baya yang dikenal sebagai Om Darto. Pekerjaannya? Gak jelas. Kadang servis HP, kadang ngurus speaker masjid, kadang juga ngelamar jadi admin grup WA warga. Tapi sejak dia beli laptop bekas seharga 400 ribu di pasar loak, hidupnya berubah.
“Saya sekarang ahli IT,” katanya bangga, padahal Windows-nya masih bajakan dan Microsoft Word-nya trial.
Suatu hari, Ketua RT mengumumkan:
“Warga RT 04 akan mendapat bantuan dana digitalisasi. Kita akan bikin website kampung!”
Warga bingung. Apa itu website? Buat apa?
Om Darto langsung berdiri dan berkata:
“Biar saya yang urus, Pak RT! Saya lulusan… Google!”
Semua tepuk tangan. Mereka kira Google itu kampus di Jakarta.
Proyek Website Dimulai
Om Darto langsung nyusun rencana. Beli kuota dulu, lalu ngulik tutorial YouTube.
Dia buka laptopnya yang ngingetin sama pesawat mau lepas landas (karena kipasnya berisik), lalu ngetik:
“How to make website gratis cepat anti ribet untuk kampung RT 04 Indonesia tanpa coding tapi keren.”
Dapetlah satu website builder.
Dia mulai ngisi konten website kampung:
Profil Ketua RT: Foto Pak RT waktu nikah tahun 1993
Berita Terkini: “Bu Yati Kehilangan Sendal Saat Pengajian”
Galeri Foto: 47 gambar buram hasil kamera HP jadul
Live Chat: Diisi nomor WA dia sendiri, dengan caption: “Chat saya kalau ada masalah di kampung.”
Setelah seminggu, websitenya jadi. Alamatnya:
https://kampungsukamakmur-mantapgratis.gdhdjs8343.web.app
Pak RT bangga.
“Akhirnya kampung kita maju, sudah digital!”
Tapi pas warga buka… loading 5 menit. Terus keluar iklan judi online. Ibu-ibu langsung nutup tab, takut dosa.
Masalah Muncul
Karena websitenya lemot, warga protes.
Bu Tati: “Saya mau daftar BLT online, kok malah disuruh main slot, Mas Darto?”
Mas Udin: “Saya klik daftar bantuan, malah keluar gambar cewek Vietnam ngajak chatting!”
Om Darto panik. Ia menyalahkan sinyal.
“Ini pasti karena tower Telkomsel belum deket sini…”
Padahal dia salah naruh link afiliasi buat dapet komisi.
Karena makin kacau, Pak RT adakan rapat darurat.
“Mas Darto, apa ini benar digitalisasi atau penyesatan warga?”
Om Darto grogi. Tapi dia punya ide brilian:
“Gini aja, Pak. Kita pindah ke aplikasi Android. Lebih modern!”
Semua bingung. Tapi kata “Android” terdengar keren, jadi disetujui.
Om Darto langsung buka tutorial baru:
“Cara bikin aplikasi Android tanpa belajar coding tapi bisa pamer ke tetangga.”
Dapetlah aplikasi pembuat APK. Tapi di tengah bikin, muncul iklan:
“Mau tahu siapa yang sering kepoin kamu? Download sekarang!”
Om Darto klik. Akhirnya laptopnya kena virus.
Semua folder berubah jadi nama-nama Korea dan lagu dangdut.
Lomba Teknologi Antar-RT
Tak lama kemudian, kecamatan umumkan akan ada Lomba Inovasi Digital Antar-RT.
Hadiah? Kompor gas dan sertifikat.
RT sebelah diwakili oleh anak kuliahan jurusan IT. RT 04? Tetap Om Darto.
Hari H lomba, peserta dari RT lain bawa laptop gaming, presentasi dengan PowerPoint penuh animasi.
Om Darto maju pakai kaos oblong, sandal jepit, dan presentasi pakai… OHP (overhead projector).
“Ini website kampung kami… maaf kalau tadi ada iklan judi. Itu bonus,” katanya polos.
Juri bingung. Mau marah, tapi lucu. Salah satu juri nanya:
“Pak Darto, kenapa alamat website-nya seperti password Wi-Fi warung?”
Om Darto menjawab tenang:
“Biar hacker susah masuk, Pak.”
Semua ketawa. Bahkan juri dari dinas IT ikut ngakak.
Dan entah karena kasihan, lucu, atau memang out of the box, RT 04 menang juara harapan dua.
Om Darto pun foto bareng sambil pegang sertifikat. Judulnya:
“Juara RT Visioner: Digitalisasi Tanpa Coding Tapi Penuh Cinta.”
Jadi Konsultan Dadakan
Sejak menang lomba, nama Om Darto melambung. Ia diundang ke kampung lain untuk ngisi pelatihan digital.
Padahal dia masih nulis alamat web di kertas, terus nyuruh orang ketik manual.
Om Darto bahkan bikin kelas online:
“Belajar Website Gratis, Dijamin Gagal Tapi Senang.”
Pesertanya? Ibu-ibu arisan, tukang tambal ban, bahkan anak SD.
Salah satu peserta nanya:
“Om, kenapa kalau buka website Om, HP saya panas terus mati?”
Om Darto dengan percaya diri menjawab:
“Itu karena websitenya powerful.”
Hingga kini, Om Darto tetap jadi ikon digital kampung. Setiap ada masalah teknologi—dari setel CCTV masjid sampai ngilangin watermark TikTok—semua panggil dia.
Om Darto tahu dia bukan ahli IT sungguhan, tapi dia percaya satu hal:
“Yang penting percaya diri dulu, urusan bisa mah belakangan.”
Dan begitulah, di kampung Sukamakmur, digitalisasi bukan sekadar soal teknologi—tapi soal semangat, nekat, dan… Om Darto.