Beranda » Ternyata Cinta Tidak Semenakutkan Itu

Ternyata Cinta Tidak Semenakutkan Itu

Ternyata cinta tidak semenakutkan itu
Ternyata cinta tidak semenakutkan itu

Ternyata Cinta Tidak Semenakutkan Itu

Introduction

Aku tidak ingin menikah atau menjalani hubungan dengan siapa pun, bahkan berkenalan dengan pria pun tidak!

Chapter 1 “Perdebatan”

“Enggakkkkk.. Aina gak mau nikah Mah, Pah!.” Teriak Aina saat sedang di ruang keluarga. Suasana malam yang seharusnya menenangkan menjadi menegangkan.

“Tapi Aina, usiamu sudah cukup matang. Kamu itu perempuan!.” Balas Papah nya.

“Emang kenapa kalau Aina perempuan? Apa salah, jika Aina mengambil keputusan ini? Aina hanya ingin menjaga hati Aina, Aina gak mau hati Aina terluka Pah! Dan Aina gak akan menikah.” Jelas Aina.

“Lihat kakak-kakak kamu sudah pada mempunyai keluarga sendiri. Emang kamu gak pengin menikah, punya anak?.”

“Bukannya Aina gak pengin punya anak Pah, Mah. Aina cuman takut.”

“Aina, Mamah mau tanya sama kamu. Sebenarnya apa yang kamu takuti? Apa alasan kamu buat gak nikah?. Sejujurnya Mamah, sama Papah sangat sedih dengan keputusan kamu seperti ini.” Tutur Mamah Aina dengan lembut.

Aina seketika terdiam dan menjelaskan alasannya, “Bagaimana bisa Aina menyukai laki-laki, sedangkan laki-laki terdekat Aina melukai hati perempuan. Aina takut terkena karma mereka, Aina gak mau punya suami kayak Ka Aiman. Dan Aina gak mau juga kayak Mba Jenna. Liat, Ka Aiman melukai hati istrinya, dan Mba Jenna yang terkena karmanya, hati Mba Jenna terluka karna ulah suaminya, Ka Eko. Aina gak mau hal itu terjadi ke Aina juga, itu alasannya Aina mengambil keputusan seperti ini.”

“Aina, di dalam Islam tidak ada yang namanya karma. Semua yang terjadi sudah menjadi takdir Allah. Semua sudah di atur oleh-Nya, masalah kakak mu Aiman, dia melakukan itu karena ada alasannya. Bukannya kami membela Aiman, tapi kamu bisa liat sendiri sikap Larsi kepada orang tua Aiman, dan itu orang tua kamu juga. Sebelum mereka menikah saja sikapnya sudah tidak mengenakan, tapi karna Aiman yang cinta dengan dia, kami sebagai orang tua bisa apa? Karena mereka bukan anak kecil lagi.” Kata Papah Aina.

“Iyah, Nak. Bukannya kami sebagai orang tua Aiman membela Aiman, tapi kamu harus tau alasan kakak kamu menikah siri dengan Tias tanpa sepengetahuan Larsi. Mamah gak mau kamu sama kakak kamu marah-marahan terus.”

Aina hanya menghembuskan nafas dan memainkan handphone nya.

“Kamu mau laki-laki seperti apa? Biar Mamah sama Papah yang carikan.”

“Uuuuddddaaahhhh dong bahas itu nya,, Aina masih dua puluh satu tahun, hellow. Ini bukan zamannya Mamah sama Papah yang nikah muda.” Aina menyentuh kepalanya sambil bergeleng-geleng dan tersenyum karena pemikiran orang tuanya yang pemikirannya masih stay di zaman kuno heheheheheheh.

* * *

Keesokan Paginya…

“Pagi Mah, Pah. Wihhh sarapan nih.” Aina sangat excited untuk mengajar anak-anak sekolah menengah pertama (SMP), karena ini adalah hari pertama ia mengajar.

Aina adalah mahasiswi lulusan Universitas Islam Negeri Walisongo yang berada di Semarang. Aina mengambil jurusan Pendidikan Agama Islam dan memperoleh gelar S.Pd. Dengan IPK yang memuaskan, sebenarnya Aina belum lulus kuliahnya belum terlalu lama. Tapi ia sudah berhasil mendapatkan pekerjaan menjadi seorang guru Agama Islam di SMP Islam Negeri di Jakarta. Itung-itung sambil menyalurkan ilmu yang di pelajari sewaktu kuliah dan menambah uang tabungannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 (Magister), karena Aina ingin menjadi seorang Dosen.

“Wahhhhhh, Bu guru sudah siap-siap ajah nih.” Tutur Mamah Aina.

Aina hanya tersenyum sambil menyantap sarapannya.

“Apa kamu bisa membagi waktu antara mengajar dan kuliah, Nak? Takutnya kuliah S2 kamu terganggu.” Tanya Papahnya.

Aina menelan makanan yang ada di mulutnya. “Insyaallah enggak kok Pah, kan sekarang Aina lanjut kuliah di universitas yang waktunya fleksibel.”

“Syukurlah kalau kayak gitu.”

Aina meminum susu yang sudah di sediakan di samping piringnya “glekk, glekk, glekk.”

“Pelan-pelan sayang minumnya. Kamu mau nambah lagi rotinya?.”

“Udah Mah. Udah kenyang, Aina mau langsung berangkat ajah yah. Takut telat, karena ini hari pertama Aina ngajar.”

“Ya udah, hati-hati yah.”

Aina bersalaman mencium tangan Mamah, dan Papahnya. “Dah, Mah, Pah. Do’a in yah mudah-mudahan hari ini dan seterusnya lancar.”

“Iyah, pasti dong.” Ucap Mamah Aina kepada Aina yang semakin menjauh dari meja makan.

* * *

Aina berangkat ke sekolah tempat ia mengajar menggunakan motor kesayangannya, Motie. Di sepanjang perjalanan menuju ke tempat ia mengajar Aina sangat senang sekali, karena menjadi pengajar adalah salah satu cita-citanya. Dan sekarang cita-citanya itu menjadi kenyataan.

“Ccccccccccciiiiiiiiiitttttttt.” Aina memarkirkan motornya di tempat parkir motor yang sudah di sediakan. Saat ia berjalan menuju ke kelas 7D untuk mengajar, Aina di sapa oleh seorang guru olahraga.

“Selamat pagi Bu Aina.” Sapaan guru olahraga yang bernama Pak Dimas. Pak Dimas ini cukup keren, tapi Aina tidak tertarik sama sekali padanya.

“Pagi juga.” Balas Aina dengan cuek dan memasang muka datar. Berbeda dengan guru bahasa indonesia, Bu Atun.

“Selamat pagi Bu Aina.” Sapaan Bu Atun.

“Selamat pagi juga Bu.” Balas Aina dengan sangat ramah dan membuat Pak Dimas yang melihat senyuman Aina langsung terpesona sejak pandangan pertama.

“Wadidaw,, senyumannya manis sekali ya Allah. Apakah Bu Aina ini adalah separuh raga dan jiwaku yang hilang, ya Allah.” Tutur Pak Dimas dalam hati.

Aina berjalan menuju ke kelas. Sesampainya di kelas, Aina langsung menyapa murid-muridnya dengan ramah.

“Assalamualaikum, selamat pagi, anak-anak.”

“Waalaikum salam, selamat pagi,, Bu guru.”

“Perkenalkan, nama saya Aina Al Syarif. Kalian bisa memanggil saya Bu Aina”

“Hay, Bu Aina.” Seru para murid dengan kompak.

“Saya guru baru di sekolah ini. Dan saya guru yang akan mengajar pendidikan agama islam. Karena saya guru baru dan belum mengetahui nama-nama kalian, jadi saya persilahkan untuk kalian semua memperkenalkan diri satu persatu. Dimulai dari yang pojok kanan yah, silahkan memperkenalkan diri.” Pinta Aina sambil tersenyum.

Anak itu berdiri dan memperkenalkan dirinya. “Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh perkenalkan nama saya Agus Wibawa.” Dan anak itu duduk kembali.

“Next.”

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh perkenalkan nama saya Putra Pangestu.”

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh perkenalkan nama saya Indah binti Utsman.”

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh perkenalkan nama saya Fatima Al Kautsar.”

Dan seterusnya,, ada dua puluh murid di dalam kelas 7D. Dan masing-masing sudah memperkenalkan namanya.

“Kkkkrrrriiiiiiinnnngggggggg.”  bell sekolah berbunyi yang menandakan jam istirahat sudah tiba. Anak-anak antusias menata bukunya dan keluar dari kelas untuk pergi ke kantin sekolah, ada yang ke kantin dan ada yang ke luar membeli jajan di pedagang kaki lima. Aina menata buku ajarannya dan berjalan keluar kelas menuju kantor para guru.

Setelah sampai Aina duduk di tempat yang sudah di sediakan, tertulis nama Bu Aina Al Syarif, S.Pd. Guru PAI

Saat Aina membuka laptop, guru yang di sebelahnya menyapa. “Hallo Bu Aina, kenalin saya Nasya. Guru sejarah.”

“Hallo juga Bu Nasya. Saya Aina, guru PAI dan saya juga guru baru disini.” Balas Aina dengan lembut dan ramah.

“Gimana Bu Aina, pertama kali ngajar di sekolah ini?.” Tanya Bu Nasya.

“Alhamdulillah Bu. Anak-anak bisa menerima saya, dan sikapnya juga baik saat menyambut saya.”

Siapa yang mengira, Aina dan Nasya akan menjadi teman baik.

“Kalau boleh tau Bu Aina baru pertama kali mengajar atau sudah pernah mengajar sebelumnya?.”

“Baru pertama kali saya mengajar, karena kebetulan saya juga baru lulus kuliah belum lama ini. Kalau Bu Nasya sendiri, udah berapa lama ngajar.”

“Saya juga belum terlalu lama ngajar disini Bu, mau satu tahun ngajar. Karena saya sambil kuliah jenjang S2 juga.”

“Wahhhhhh,, sama dong. Saya juga lho, Bu Nasya S2 dimana?.”

“Di universitas *** . Saya nyari universitas yang bisa sambil kerja juga Bu, heheheh maklum lah, bukan rich people. Hahahaha.” Jawabnya sambil tertawa kecil.

“Universitas *** ?. Saya juga S2 disana.” Ucap Aina.

“Yang benar Bu? Kalau gitu,, yeayyyy ada teman jadinya. Salam kenal yah Bu Aina semoga kita bisa berteman baik.” Ucap Bu Nasya sambil tertawa kecil.

Bu Nasya, seorang guru sejarah yang sangat asik jika di ajak bercerita. Bu Nasya juga tidak terlalu kaku untuk di jadikan teman, dengan postur tubuh yang lumayan gumpal tapi sangat lincah dalam melakukan apapun.